Viozzy

Jakarta, HARIANRAKYAT -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa di era transisi energi, subsektor minyak dan gas bumi (migas) masih memegang peranan penting dalam menyediakan kebutuhan energi global, berkaca pada peningkatan produksi dan konsumsi migas global dalam 10 tahun terakhir.

Arifin menyampaikan, produksi minyak meningkat dari 88,6 juta barel per hari pada tahun 2012 menjadi 93,8 juta barel per hari pada tahun 2022. Sedangkan konsumsi minyak meningkat dari 89,1 juta barel per hari pada tahun 2012 menjadi 97,3 juta barel per hari pada tahun 2022. Adapun produksi gas juga meningkat 20% dalam 10 tahun terakhir dan laju pertumbuhan konsumsi gas sebesar 1,7% per tahun.

"Hal ini menunjukkan bahwa di era transisi energi saat ini, minyak dan gas bumi masih berperan penting dalam menyediakan kebutuhan energi global yang terjangkau dan dapat diandalkan khususnya di sektor transportasi dan industri seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi yang meningkat terutama di negara-negara berkembang," ujar Arifin pada Opening Ceremony Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition (IPA Convex) ke-47, di Serpong, hari ini Selasa (25/7).

Arifin menyampaikan bahwa ketahanan energi membutuhkan energi yang lebih aman yang berkelanjutan, yang tidak terlalu terpengaruh oleh guncangan dan ketidakpastian, serta rendah emisi karbon, tidak hanya tentang mengamankan pasokan energi dengan harga yang terjangkau.

"Industri minyak dan gas tengah menghadapi tekanan yang tinggi untuk mengklarifikasi implikasi transisi energi bagi operasi dan model bisnisnya, serta untuk menjelaskan kontribusi yang dapat diberikan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK)," ujarnya.

Arifin mengungkapkan bahwa memenuhi permintaan energi yang meningkat sembari menurunkan emisi global, adalah tantangan yang cukup berat. Maka perlu dilakukan upaya penurunan emisi global di sektor migas, salah satunya adalah menurunkan emisi GRK pada tahap operasional melalui efisiensi energi, pengurangan suar, dan mengelola emisi metana, serta menjalankan operasional menggunakan sumber energi terbarukan maupun yang rendah karbon.

"Selain itu, dapat pula dilakukan pengurangan emisi melalui peningkatan penggunaan gas bumi, peningkatan efisiensi sistem bahan bakar mesin, dan mengembangkan teknologi rendah karbon, seperti kendaraan listrik, biofuel, gas alam cair, amonia, dan fuel-cell hidrogen. Dengan emisi yang lebih rendah daripada bahan bakar fosil lainnya dan sumber energi yang dapat dialihkan, gas alam akan menjadi elemen penting dalam transisi energi," tambahnya.

Diperlukan pula pengembangan hidrogen rendah karbon yang dapat mendukung industri hard-to-abate, seperti industri dan transportasi berat. Selain itu, perlu dilakukan implementasi Carbon Capture Storage (CCS) and Carbon Capture, Utilisation, and Storage (CCUS), di mana Pemerintah Indonesia telah menerbitkan regulasi terkait pelaksanaan CCS/CCUS pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.

"Peraturan tersebut mencerminkan pengakuan Pemerintah Indonesia terhadap teknologi CCS dan CCUS sebagai cara yang menjanjikan untuk mengurangi emisi karbon guna mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060 ,sekaligus meningkatkan produksi minyak dan gas Indonesia menjadi 1 miliar barel minyak dan 12 miliar kaki kubik gas per hari pada tahun 2030," tegas Arifin.

Adapun saat ini telah terdapat 15 proyek CCS/CCUS dalam berbagai tahapan, misalnya Gundih CCUS/Enhanced Gas Recovery (EGR) di Jawa Tengah, dan Sukowati CCUS/Enhanced Oil Recovery (EOR) di Jawa Timur.

"Proyek yang akan segera dilaksanakan adalah Tangguh CCUS/Enhanced Gas Recovery yang akan mengurangi 25 juta ton CO2 dan meningkatkan produksi gas hingga 300 BSCF pada tahun 2035. Proyek ini ditargetkan on stream pada tahun 2026. Kolaborasi internasional yang lebih kuat dan kemitraan multi-stakeholder di lingkup global sangat penting untuk memastikan aksesibilitas, keterjangkauan, dan keamanan pengembangan CCS/CCUS," ujarnya. 



www.harianrakyat.com
Redaksi | Disclaimer | Dewan Pers