Depok, HARIANRAKYAT -- Ciliwung merupakan nadi kehidupan Jakarta, menjadi simbolisasi aliran dan harapan yang dirayakan setiap 28 September pada Hari Sungai Sedunia. Universitas Indonesia, melalui Direktorat Pengabdian Masyarakat dan Inovasi Sosial (DPIS) dengan program Ciliwung Beraksi, menjadikan momentum bulan sungai tersebut untuk menjenguk dan mengabdi pada masyarakat di tepian Ciliwung.
“Kami tidak ingin Ciliwung Beraksi hanya sekadar menjadi program seremonial sekali turun saja. Kami ingin agar program ini dapat berdampak secara signifikan, berinteraksi secara intim dengan warga, dan membawa kampus menjadi lebih dekat dengan isu sosial lingkungan, khususnya dengan ekosistem sungai,” ujar Dr. Retno Lestari, S.Si., M.Si., dosen pembimbing lapangan program sekaligus dosen FMIPA UI dengan sepak terjang pengabdian panjang di bidang lingkungan.
Berangkat dari visi-misi tersebut, program Ciliwung Beraksi diurai dalam rangkaian kegiatan komprehensif yang dilaksanakan selama beberapa minggu di Komunitas Baca Ciliwung (KBC), Kramat Jati, Jakarta Timur.
Diusung oleh Departemen Lingkungan Hidup dan Departemen Sosial Masyarakat BEM UI, Ciliwung Beraksi berhasil menanamkan kesadaran lingkungan dan pengelolaan sampah berkelanjutan, mitigasi bencana banjir, pola hidup bersih dan sehat, serta semangat menuntut ilmu secara visioner sesuai dengan konsep experiential learning oleh David Kolb pada 25 orang anak yang tergabung dalam KBC.
Dengan metode learning by doing, anak-anak merambah berbagai materi selama 4 kali pertemuan dengan refleksi pengalaman, konseptualisasi, dan eksperimen, bahkan mendapat edukasi secara post to post di Universitas Indonesia.
Bukan hanya anak-anak, Ciliwung Beraksi didampingi oleh Eco Enzyme Nusantara juga memberikan pendampingan workshop pembuatan sabun dari eco-enzyme untuk 20 orang ibu rumah tangga di sekitar KBC.
Dengan pendampingan edukasi terhadap warga dan anak-anak KBC, program ini tidak hanya menjadi ajang edukasi selewat, tetapi juga menumbuhkan hubungan yang lebih dekat antara mahasiswa dan warga bantaran Ciliwung.
Melalui pendampingan yang partisipatif, warga menjadi lebih sadar akan peran mereka dalam menjaga kebersihan, keseimbangan, dan potensi ekosistem sungai. Peningkatan kapasitas anak-anak dan ibu-ibu di sekitar KBC ini menjadi langkah awal yang berdampak nyata bagi kualitas lingkungan.

Dengan tumbuhnya kesadaran kolektif dari warga setempat, Ciliwung Beraksi diharapkan menjadi benih perubahan menuju community development yang lebih lestari dan berdaya.
Pada puncak acara di hari Minggu, 5 Oktober 2025, program Ciliwung Beraksi pun ditutup oleh kolaborasi bersama Komunitas Mat Peci dan Emil Salim Institute (ESI) dengan acara susur dan clean up Sungai Ciliwung, serta peningkatan kapasitas 50 volunteer mahasiswa dan komunitas ESI.
Para volunteer mendapatkan pelatihan dan edukasi tentang pengolahan sampah organik secara berkelanjutan dengan maggot dan pembuatan eco-enzyme. Rangkaian terakhir Ciliwung Beraksi tersebut diharapkan dapat meninggalkan jejak aksi di sepanjang aliran sungai sekaligus menumbuhkan kesadaran ekologis yang lebih mendalam di kalangan mahasiswa dan masyarakat.
Melalui pengalaman langsung di lapangan, para volunteer belajar melihat bahwa Sungai Ciliwung bukan sekadar objek konservasi, melainkan ruang hidup yang harus dijaga bersama. Kolaborasi lintas komunitas ini juga memperkuat jejaring kepedulian lingkungan berbasis aksi nyata dan edukasi berkelanjutan.
E. Kurniawan Padma, S.Si., MT., selaku President Director Emil Salim Institute mengaku salut terhadap upaya mahasiswa dalam mencetuskan program dalam bentuk aksi nyata untuk ekosistem sungai ini.
Menurutnya, program Ciliwung Beraksi amat relevan dengan peran generasi muda sebagai katalisator sekaligus sejalan dengan visi-misi Prof. Emil Salim sebagai pegiat lingkungan di Indonesia yang diakui dunia internasional dalam isu pembangunan berkelanjutan.
Pak Usman Firdaus, founder dari Mat Peci, juga bersuka cita menyambut kolaborasi dengan Universitas Indonesia dalam jangka panjang. “Program seperti Ciliwung Beraksi ini sebaiknya diadakan setiap tahun, sebagai ruang kolaborasi antara akademisi dan warga untuk menjaga lingkungan kita,” pungkasnya.
***
