Dubai, HARIANRAKYAT -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan menegaskan kembali pentingnya kolaborasi pembiayaan iklim. Hal tersebut disampaikannya dalam sesi COP28 yang membahas perkembangan terbaru dari Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia di Dubai, Sabtu (02-12-2023).
JETP sendiri merupakan sebuah kemitraan transisi energi bersih senilai USD20 miliar yang melibatkan Indonesia dan negara-negara yang tergabung dalam International Partners Group (IPG). IPG terdiri dari Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Perancis, Norwegia, Italia, dan Inggris.
“Peluncuran Rencana dan Kebijakan Investasi Komprehensif (CIPP) JETP menandai tonggak sejarah komitmen Indonesia dalam mengatasi krisis iklim. Hal ini juga menunjukkan kolaborasi antara Indonesia sebagai negara berkembang dan negara maju,” ujar Menko Luhut melalui pesan video kepada para delegasi yang hadir di COP28.
Menko Luhut juga meminta dunia internasional untuk tidak melakukan pendekatan “business as usual” terkait pendanaan iklim.
"Pendanaan iklim yang tersedia saat ini sebagian besar mengadopsi pendekatan business as usual". (Pendekatan) menuntut pengembalian modal seperti biasanya, yang dapat membebani negara berkembang. Kita perlu menemukan cara yang lebih baik untuk memobilisasi dan berbagi teknologi dan modal, sehingga negara-negara berkembang dapat terus tumbuh dan berkembang," ungkap Menko Luhut.
“Sekali lagi saya hanya ingin menekankan bahwa menurut saya, kolaborasi antara negara berkembang dan negara maju sangat penting dalam program ini,” tambahnya
Menambahi Menko Luhut, Deputi Utusan Khusus untuk Iklim untuk Amerika Serikat John Kerry mengatakan bahwa tidak ada satu pendekatan solusi yang umum, karena yang dibutuhkan adalah pendekatan solusi yang telah disesuaikan, “dan saya pikir JETP telah benar-benar menunjukkan melalui proses perencanaan investasi dan melalui dialog bahwa solusi ini, dan transisi energi ini harus dilakukan kasus per kasus,” ujarnya.
Sesi COP28 JETP ini diselenggarakan oleh Kemenko Marves dan Standard Chartered. Sesi ini merupakan diskusi publik tingkat tinggi pertama sejak JETP meluncurkan Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (Comprehensive Investment and Policy Plan/CIPP) bulan lalu yang merinci rencana pembiayaan, termasuk daftar proyek-proyek hijau prioritas yang berpotensi mendapatkan pendanaan.
Bill Winters, Group Chief Executive, Standard Chartered menjelaskan dalam sambutannya bahwa pemerintah dan sektor keuangan harus bersatu untuk membantu dalam memfasilitasi aliran investasi ke pasar negara berkembang.
“Di sinilah institusi seperti Standard Chartered dapat berkontribusi dan memainkan peran yang sangat penting. Seperti halnya Indonesia, kami memiliki rencana ambisius untuk menjadi bank dengan emisi nol karbon pada tahun 2050, baik untuk operasional kami sendiri maupun emisi yang kami biayai. Artinya, rencana transisi kami sendiri bergantung kepada kemajuan berkelanjutan klien kami,” ujarnya.
“Kami hadir untuk membantu klien kami mencapai kemajuan tersebut. Kami menghubungkan mereka dengan arus investasi lintas batas. Kami merancang bentuk-bentuk keuangan berkelanjutan yang baru dan inovatif. Dan kami memberikan layanan konsultasi kelas dunia melalui tim klien kami dengan penuh dedikasi,” tambahnya.
Mari Pangestu, Utusan Khusus Presiden dalam Global Blended Finance Alliance, mengatakan bahwa JETP memberikan peluang untuk melakukan terobosan dalam pendanaan iklim.
"JETP yang sukses harus bersifat katalis, itulah kata kuncinya,” katanya sambil menambahkan “Indonesia telah menunjukkan komitmen untuk menyediakan kerangka jalur transisi yang holistik, hal ini perlu diimbangi dengan pembiayaan yang sesuai dengan tujuan dan pendanaan dari IPG serta dari pihak swasta," ujar Pangestu, yang juga mantan Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan Bank Dunia.
Sesi JETP COP28 menghadirkan pembicara-pembicara lainnya seperti Deputi Bidang Infrastruktur dan Transportasi dari Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin, Asisten Menteri Keuangan Amerika Serikat untuk Pasar Internasional Alexia Latortue, Deputi Direktur Jenderal Kementerian Keuangan Jepang Tomoyoshi Yahagi, Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo, dan Wakil Presiden Direktur Standard Chartered ASEAN Bapak Rino Donosepoetro.
Dalam sesi tersebut, Deputi Rachmat mengatakan bahwa Indonesia sekarang “terbuka untuk bisnis energi terbarukan” dan menambahkan bahwa proses perumusan CIPP telah transparan dan inklusif.
“Kami membuka dapur kami, kami mengundang mitra-mitra internasional dengan reputasi baik seperti IEA, Bank Dunia, UNDP dan ADB sehingga semua orang dapat melihat apa yang terjadi karena kami ingin transparan, dan saya berharap semoga semua pihak belajar sesuatu melalui proses ini,” kata Deputi Rachmat.
Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengatakan bahwa JETP telah menyatukan “pemangku kepentingan yang terfragmentasi” di Indonesia dan menyadarkan semua pihak bahwa satu-satunya cara untuk menyelamatkan umat manusia adalah dengan berkolaborasi.
“JETP ini telah memobilisasi seluruh komponen pemangku kepentingan yang sebelumnya terfragmentasi menjadi satu kesatuan,” pungkasnya.