Jakarta, HARIANRAKYAT -- Harga Gabah Kering Panen (GKP) yang mencapai Rp7.500 per kg pekan lalu, melampaui Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp6.500 per kg, namun kenaikan harga itu tidak dinikmati secara maksimal oleh seluruh petani.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat, Otong Wiranta, dalam sebuah diskusi diikuti di Jakarta, Senin kemarin.
Dalam.kesempatan itu, Otong seperti dilansir dari antaranews mengatakan, kenaikan harga ini biasanya terjadi saat di luar musim panen.
Artinya, saat harga sedang melonjak, sentra-sentra utama produksi padi seperti di Karawang, Subang, dan Indramayu justru sudah selesai panen dan tidak menikmati harga tinggi itu. “Yang menikmati itu daerah-daerah yang biasanya telat tanam. Itu adanya di daerah-daerah pesisir,” kata Otong.
Namun, ia menjelaskan daerah-daerah tersebut umumnya menghadapi tantangan seperti drainase lahan yang buruk dan sistem pengairan yang belum optimal, yang menyebabkan air sulit dibuang dan pada akhirnya produksi padi menjadi tidak maksimal.
Dengan demikian, meskipun harga di pasar sedang tinggi, Otong menyebut para petani di daerah potensial yang merupakan pemasok utama gabah tidak menikmati kenaikan ini karena mereka sudah tidak berproduksi.
Di sisi lain, jika ada petani di daerah pesisir yang panen saat harga gabah tinggi, produksi mereka yang tidak optimal membuat rata-rata pendapatan yang diperoleh tidak jauh berbeda dari perhitungan keuntungan normal.
Otong menuturkan biaya usaha tani di Karawang, Subang, dan Indramayu saat ini mencapai Rp27,94 juta per hektare, termasuk sewa lahan. Jika sewa lahan tidak dihitung, biaya produksi masih di angka Rp16 juta per hektare.
Dengan rata-rata produksi 6 ton per hektare dan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp6.500 per kilogram, petani bisa meraup pendapatan sekitar Rp39 juta. Setelah dikurangi biaya produksi, keuntungan bersih petani hanya sekitar Rp11 juta untuk satu musim tanam atau lima bulan.
Namun, Otong menyoroti kompleksitas dalam menentukan siapa yang benar-benar diuntungkan dari harga gabah yang berlaku.
“Saya masih melihat bahwa kriteria petaninya sendiri sampai saat ini masih melebar kemana-mana. Karena buruh tani juga disebut petani, penyewa juga disebut petani, pemilik juga disebut petani,” kata dia.
Harga GKP di beberapa daerah dilaporkan tembus Rp7.500 per kg, melampaui HPP Rp6.500 per kg. Sementara, harga eceran tertinggi (HET) beras kualitas medium masih tetap di angka Rp12.500 per kg.