Bogor, HARIANRAKYAT -- Banyak yang bertanya, mengapa susu dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) belum sepenuhnya menggunakan bahan baku lokal? Jawabannya ternyata bukan sekadar soal pasokan, tapi hasil dari pertimbangan ilmiah dan strategi nasional jangka panjang.
Program yang menjadi salah satu prioritas pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran ini dirancang bukan hanya untuk memberi makan anak sekolah, tetapi juga untuk membangun ekosistem gizi dan ekonomi lokal yang berkelanjutan.
Tim Pakar Bidang Susu Badan Gizi Nasional (BGN) sekaligus Guru Besar Ilmu dan Teknologi Susu, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Epi Taufik, menjelaskan bahwa produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) masih jauh di bawah kebutuhan nasional.
“Sebelum MBG, kebutuhan susu Indonesia sekitar 4,7 juta ton per tahun. Dengan MBG, kebutuhan naik menjadi lebih dari 8 juta ton. Padahal produksi lokal baru sekitar satu juta ton per tahun. Jadi, kalau kita paksa 100 persen lokal, stok susu nasional langsung habis,” jelas Prof. Epi di Bogor, Selasa (15/10).
Karena itu, pemerintah memutuskan komposisi awal susu MBG minimal mengandung 20 persen susu segar lokal, dengan target persentase ini akan terus meningkat setiap tahun seiring bertambahnya produksi nasional.
Namun, Epi menegaskan, kualitas susu MBG tidak kalah dengan susu segar murni. Formulasinya disusun berdasarkan standar gizi susu cair penuh (full cream milk) sesuai Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2023, sehingga anak-anak penerima program tetap memperoleh manfaat gizi optimal.
“Walau belum 100 persen menggunakan susu segar lokal, kandungan gizi susu MBG — mulai dari protein, kalsium, hingga vitamin D — dibuat setara dengan susu segar. Anak-anak tetap dapat energi dan nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh dan belajar,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayati melihat MBG sebagai pintu kebangkitan industri susu nasional. Dengan adanya pasar besar dan tetap dari pemerintah, peternak lokal akan memiliki jaminan penyerapan hasil produksi yang selama ini sulit mereka dapatkan.
“Ini bukan soal berapa persen sekarang, tapi bagaimana kita memulai. MBG menciptakan pasar domestik yang kuat bagi susu lokal. Begitu peternak siap, kandungan lokal pasti naik,” katanya optimistis.
Menurut Hida sapaan akrab Khairul Hidayati, BGN telah menyusun peta jalan peningkatan produksi susu nasional 2025–2029, termasuk program peningkatan populasi sapi perah, modernisasi peternakan lokal, serta kerja sama antar daerah penghasil susu.
“Jadi, MBG bukan hanya soal memberi makan anak-anak, tapi membangun sistem pangan nasional. Dari segelas susu, kita sedang membangun masa depan bangsa,” tegasnya.(SPS)