Jakarta, HARIANRAKYAT - Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad mengatakan, regulasi tentang pendidikan dimaksudkan untuk mewujudkan pendidikan di Indonesia yang sesuai nilai-nilai keagamaan, ke-Indonesiaan dan profesionalisme.
"Ketentuan tersebut, harus dilaksanakan secara konsisten tanpa diskriminasi dan untuk memastikan pelaksanaan ketentuan secara rutin dilakukan pengawasan, evaluasi dan akreditasi," ujar Suparji kepada Harian Terbit di Jakarta, Selasa 11 April 2023.
Jika ada sekolah yang telah mendaftar bahkan menerima siswa dari berbagai bangsa termasuk Indonesia tanpa status resmi dan mengikuti kurikulum Indonesia dalam operasionalisasinya tidak memenuhi regulasi, kata Suparji, maka harus dilakukan penindakan.
"Penindakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak merugikan masyarakat dan bangsa Indonesia," ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut Suparji tanpa menyebut nama sekolah, penting bagi orangtua untuk memperhatikan akreditasi, profil, kurikulum yang legal dan resmi bagi Indonesia dan reputasi sekolah yang hendak dituju.
"Pastikan sekolah tersebut memang memiliki izin legal untuk menjalankan program atau kurikulum yang diharapkan, dan pastikan bahwa sudah berkolaborasi dengan sekolah Indonesia lainnya," tandasnya.
Sebelumnya salah satu sekolah internasional di Jakarta tengah mendapat sorotan. Lantaran sekolah ini kabarnya belum mengantongi legalitas satuan pendidikan kerja sama di Indonesia.
Di Indonesia, sekolah-sekolah internasional diwajibkan memiliki status yang disyarakatkan oleh pemerintah untuk bekerjasama dengan Lembaga Pendidikan.
Syarat ini tertuang dalam Permendikbud Nomor 31 Tahun 2014 tentang Kerja Sama Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan oleh Lembaga Pendidikan Asing dengan Lembaga Pendidikan Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar dapat mentransfer keterampilan (skills) dalam pengelolaan pendidikan dasar dan menengah.
Permendikbud ini dikeluarkan untuk menertibkan sekolah-sekolah internasional yang jumlahnya semakin banyak. Sejak 1 Desember 2014, status sekolah internasional dihapus dan penggunaan kata internasional pun dilarang untuk nama sekolah di Indonesia.
Meski, sekolah internasional ini belum mengantongi status resmi bagi Indonesia. Namun, sudah menerima pendaftaran siswa baru di Indonesia dari tingkatan taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah akhir (SMA).
Karena belum mengantongi legalitas resmi, sekolah tersebut dalam menyusun kurikulum tidak memasukkan mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia bagi peserta didik WNI.
Sementara bagi WNA, sekolah ini tidak memberlakukan kurikulum yang memuat pendidikan Bahasa Indonesia, Sejarah dan Budaya Indonesia.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari sekolah melalui seorang orang tua yang ingin mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, proses perekrutan dan pembelajaran sudah berlangsung sejak September 2022.
"Sekolah tetap akan menerima siswa baru ke depan, jangankan mata pelajaran tersebut di atas diajarkan, kurikulum Indonesianya belum ada dan gurunya pun tidak ada. Jadi, bagaimana mungkin mengajarkannya?" tanya calon orangtua siswa tersebut.
Dia menambahkan, "Saya sebagai orangtua siswa tentu ingin agar anak saya, selain belajar sistem internasional yang canggih, dia juga belajar Pancasila, Kewarganegaraan, agar tidak tercerabut dari akar keindonesiaannya."
"Dia juga berharap, agar anaknya tetap dapat mempelajari agamanya, dan dibolehkan menggunakan atribut dan pakaian sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Padahal, seperti yang dia ketahui bahwa di negara asal sekolah, siswa muslim tidak dapat menggunakan jilbab dalam sekolah, bahkan tidak memiliki tempat ibadah, misalnya mushala untuk shalat yang layak bagi siswa muslim."
"Hanya sempat melihat sebuah ruang kecil di basement, yang katanya hanya cukup untuk beberapa staf, tapi tak dapat mengakomodir siswa-siswa muslim."
Selain itu, ternyata, menurut calon orangtua siswa tersebut, "mahasiswa asing pun yang belajar di sekolah itu tidak mendapatkan pelajaran Bahasa Indonesia, sejarah dan budaya Indonesia, sebagai mata pelajaran wajib, sehingga sebagian besar mereka tidak memiliki pengetahuan dasar yang baik bila kembali ke negara mereka masing-masing. Padahal, mereka bisa melakukan semacam 'soft diplomacy' bagi Indonesia di luar negeri," tuturnya.