Tasikmalaya, HARIANRAKYAT – Kabar bahwa 9 balita dari dua Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, keracunan segera setelah menyantap hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Senin, (13/10), ternyata tidak benar. “Sebab, mereka baru mengonsumsi pada pukul 16.00 - 17.00,” kata Ketua Tim Investigasi Badan Gizi Nasional (BGN), Karimah Muhammad, hari ini, Kamis, (16/10).
Sebelumnya diberitakan bahwa pada Senin, (13/10), 9 balita dari dua Posyandu di Desa Cibeber, Kecamatan Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat, mengalami gejala mual dan muntah segera setelah mengonsumsi hidangan MBG dengan menu ayam suwir bumbu kecap, tahu goreng tepung, tumis wortel kembang kol, buah kelengkeng, dan UHT ultramilk.
Padahal, ada jeda waktu yang cukup panjang antara waktu pemberian hidangan MBG hingga mereka mengonsumsi hidangan itu. Jeda waktu konsumsi yang terlalu lama mengakibatkan kondisi makanan sudah tidak layak konsumsi dan insiden keamanan pangan pun terjadi.
SPPG Tasikmalaya Manonjaya Cibeber setiap hari menyiapkan 3.896 porsi MBG untuk para penerima manfaat MBG. Penerima manfaat itu terdiri dari siswa sekolah dan 190 orang anak balita dari 4 titik Posyandu. Hari itu SPPG Tasikmalaya Manonjaya Cibeber mendistribusikan hidangan MBG pada pukul 10.00-11.00 WIB.
Pengiriman ini adalah pengiriman periode 10 hari kedua, ke 4 Posyandu itu. Periode 10 hari pertama terlaksana dengan lancar dan zero accident. Pengiriman dilakukan dengan mobil khusus, yang berbeda dengan mobil pengantar MBG ke sekolah-sekolah. “Sementara, dari awal Kepala SPPG sudah menjelaskan kepada Kader Posyandu bahwa hidangan MBG hanya baik dikonsumsi sebelum pukul 1 siang,” kata Karimah.
Ternyata, 9 orang balita penerima manfaat dari dua posyandu mengkonsumsi MBG antara pukul 16.00 sampai 17.00 WIB. “Jadi, jauh di luar batas “best before” atau “best by” yang sudah diinformasikan sebelumnya,” kata Karimah. Sementara di dua titik Posyandu lainnya maupun di sekolah-sekolah penerima MBG tidak ada insiden sama sekali.
Karena merasa mual dan muntah, orang tua mereka kemudian membawa dan memeriksakan anak-anak balita mereka ke bidan desa setempat, sekitar pukul 18.30-19.30 malam itu juga. Oleh bidan desa, mereka diberi obat antimuntah, dan kemudian pulang.
Dari 9 balita itu, ternyata satu balita sempat diberi makan pempek setelah makan MBG. Satu lagi, ternyata bukan penerima manfaat SPPG Tasikmalaya Manonjaya Cibeber. Orang tua balita itu, Dindi, mengaku relawan SPPG. Dialah yang melaporkan kejadian itu ke media dan polisi. Namun, saat ditelusuri, ternyata tidak ada seorang pun bernama Dindi yang bekerja di SPPG. Anak balitanya juga tidak ada dalam data penerima manfaat SPPG.
Ketika polisi mengumpulkan para ibu yang anak balitanya yang menjadi “korban MBG”, wanita yang mengaku bernama Dindi itu tidak muncul. Sementara, tidak ada satu pun media yang mencoba memeriksa ke SPPG Tasikmalaya Manonjaya Cibeber untuk covering both sides atas kasus ini, pada hari-hari berikutnya.
Keesokan harinya, Selasa, (14/10), Kepala SPPG langsung memeriksa kembali informasi tentang kondisi balita-balita itu. “Hasilnya, tidak ada lagi masalah di saluran pencernaannya. Mereka sudah bermain seperti biasa,” kata Kepala SPPG Tasikmalaya Manonjaya Cibeber, Elvira Hawari.
Untuk memastikan apa yang terjadi, hari itu juga Puskesmas menginvestigasi SPPG dan sampel MBG diambil Dinas Kesehatan untuk diuji di laboratorium. Pada Rabu, (15/10), SPPG masih memasak dan menyiapkan MBG, namun tidak didistribusikan. Sebab, surat pemberhentian operasional sementara sudah dikeluarkan untuk SPPG Tasikmalaya Manonjaya Cibeber.
Mengonsumsi makanan di luar batas waktu terbaik untuk dikonsumsi, kata Karimah, jelas membawa risiko kesehatan. Apalagi yang mengonsumsi balita. Perkembangbiakan bakteri jahat atau patogen (penyebab penyakit), berlangsung secara cepat dalam jumlah yang tidak bisa ditolerir oleh sistem pertahanan tubuh balita yang menjadi korban. “Bakteri hanya memerlukan waktu 15 -20 menit untuk berkembang biak sehingga jumlahnya menjadi 2 kali lipat,” ujarnya.
Sementara, dari hasil diskusi dengan mitra BGN, Haji Dede, ditemukan kenyataan yang menyedihkan. Ternyata, warga kurang mampu di desa Cibeber selama ini hanya bisa makan 2 kali sehari. Jadi patut diduga, karena balita mereka sudah diberi sarapan sebelum ke posyandu, maka MBG yang diberikan kepada mereka lalu dibawa pulang dalam wadah makanan yang mereka bawa dari rumah. “Lalu MBG itu baru disantap pada jadwal makan mereka yang kedua, yaitu di sore hari,” kata Karimah.
Karena itu, Tim Investigasi menyarankan kepada seluruh SPPG agar instruksi dalam mengonsumsi MBG sebelum jam 1 siang, dapat ditulis dengan jelas, dan tidak cukup dengan anjuran lisan. “Harus tertulis, dan tertempel di posyandu dengan desain eye catching,” ujar Karimah. Kader posyandu juga bisa menyarankan agar balita tidak perlu sarapan sebelum berangkat ke posyandu, agar MBG bisa dinikmati sebagai makan pagi menjelang siang, sementara makanan di rumah bisa disiapkan untuk menu sore hari.