Bojonegoro, HARIANRAKYAT -- Program Studi Hubungan Internasional Universitas Brawijaya bekerja sama dengan SMPN 1 Ngambon, Bojonegoro menggelar pelatihan sehari tentang budaya damai, memahami perbedaan dan pengelolaan konflik.
Acara yang digelar Sabtu (7/9) tersebut diikuti oleh guru-guru dari SMPN 1 Ngambon dan SMPN Satu Atap Turi, Tambakrejo, Bojonegoro dan diharapkan bisa menjadi bekal guru dalam menanamkan budaya damai di sekolah.
Sekolah merupakan garda terdepan dalam pendidikan perdamaian.
Menurut peneliti dari Pusat Kajian Perdamaian dan Konflik, Universitas Brawijaya, Muhammad Riza Hanafi, budaya damai bukan konsep yang lahir dari tataran realis namun lahir dari tataran idealis. “Karena itu, pendidikan adalah kunci dalam menciptakan budaya damai,” ujar Riza yang juga staf pengajar di Program Studi Hubungan Internasional Universitas Brawijaya.
Perlunya budaya damai tercipta di sekolah karena masih ditemukannya bibit-bibit intoleran di lingkungan sekolah. SETARA Institute bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) tahun lalu menyelenggarakan survey dan menemukan bahwa, meskipun mayoritas siswa masih berada dalam kategori toleran, namun 24,2% merupakan remaja intoleran pasif, 5% merupakan remaja intoleran aktif.
Selain menyampaikan tentang pentingnya menanamkan budaya damai, Riza juga mengajak peserta untuk memperkenalkan pengelolaan perbedaan dan konflik kepada siswa.
Perbedaan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan dalam kehidupan. Namun, ada beberapa perbedaan yang jika tidak dikelola dengan baik bisa menjurus ke intoleransi, misal, perbedaan gender, agama, status sosial, atau etnisitas.
Kepala Sekolah SMPN 1. Ngambon, Marsono, dalam sambutannya mengatakan bahwa perbedaan adalah indah jika kerangka pikir kita sudah benar dalam melihatnya. “Pelangi itu indah karena memeliki warna yang berbeda-beda di dalamnya,” ujar laki-laki yang sudah lima tahun memimpin SMPN 1 Ngambon tersebut.
Acara berlangsung selama kurang lebih empat jam dan diikuti secara antusias oleh peserta. Peserta juga secara aktif terlibat dalam diskusi pada setiap materinya.